Transportasi Jakarta dari Masa ke Masa
Smartcitizen, setuju kan, kalau mobilitas di kota Jakarta tinggi? Sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan saat ini, aktivitas warga Jakarta tergolong padat, sehingga mempengaruhi kondisi lalu lintas. Untuk mengantisipasi kemacetan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta giat mengembangkan transportasi umum untuk warga. Dengan penerapan smart mobility melalui penggunaan transportasi umum, Smartcitizen dapat menghemat waktu dan tenaga selama berada di perjalanan menuju aktivitas masing-masing. Selain itu, kondisi lalu lintas yang baik juga akan menunjang kemajuan kota Jakarta.Â
Kini ada beragam pilihan transportasi umum yang dapat digunakan Smartcitizen, dari yang beroperasi di jalan hingga bawah tanah. Tetapi, bagaimana dengan sejarah transportasi Jakarta dari dulu hingga sekarang? Kali ini, tim Jakarta Smart City merangkum perkembangan transportasi Jakarta dari waktu ke waktu untukmu.
Transformasi Transportasi JakartaÂ
Trem, dan Cikal Bakal MRT, KRL, dan LRTÂ
Sewaktu masih bernama Batavia, Jakarta memiliki satu transportasi yang pernah berjaya, yakni trem. Trem merupakan kereta dengan rel khusus yang terletak di dalam kota. Trem yang dioperasikan Bataviasche Tramweg Maatschappij (BTM) ini merupakan cikal bakal dari layanan transportasi kereta yang sekarang kita gunakan di Jakarta. Beroperasi sejak 1869, trem pertama di Batavia menggunakan tenaga kuda. Barulah pada 1882, beralih ke trem uap. Penggunaan trem uap dianggap lebih efisien, karena waktu perjalanan menjadi lebih singkat. Adapun jalur yang ditempuh trem di Batavia pada saat itu dimulai dari Kota Intan (sekarang Kali Besar) hingga Kampung Melayu. Namun, trem tak mampu bertahan. Setelah kehadiran angkutan umum lain, seperti bus kota yang dianggap lebih efisien, trem pun akhirnya berhenti beroperasi.Â
Foto: Wikimedia Commons
Sekarang Jakarta punya transportasi berbasis rel lain. Sebut saja Mass Rapid Transit (MRT), Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, serta Light Rail Transit (LRT). Sekilas kamu mungkin tidak bisa menemukan perbedaan ketiganya. Sebab sama-sama beroperasi di atas rel, tidak memakai lokomotif, serta menggunakan listrik untuk beroperasi. Namun, perbedaan ketiganya dapat dilihat dari sumber daya listrik dan jenis rel. Sumber daya listrik MRT dari atas kereta dan memiliki jumlah kapasitas penumpang 1.950 penumpang. KRL juga memiliki sumber daya listrik dari atas kereta dengan kapasitas penumpang 2.000 orang. Sementara LRT memiliki sumber listrik aliran bawah dengan kapasitas penumpang 600 orang. Saat ini, alat transportasi berbasis kereta ini menjadi andalan bagi pekerja di Jakarta yang perlu commuting dari rumah ke kantor, begitu pula sebaliknya.
Terkait daerah operasi, KRL Commuter Line memiliki stasiun yang paling banyak, yakni 80 stasiun di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi). LRT sedang menambah 18 stasiun pemberhentian di Jabodebek, sedangkan MRT hanya beroperasi di Jakarta dengan total 13 stasiun.Â
Dari Oplet Menjadi Mikrotrans, Mikrolet Masa KiniÂ
Sudah ada sejak 1950-an, oplet merupakan mobil penumpang berukuran kecil yang menjadi kendaraan umum paling populer di Jakarta pada 1960-1970-an. Bagaimana tidak? Pada saat itu, alternatif transportasi umum belum banyak. Oplet menjadi lebih unggul karena berukuran kecil, tak harus mengangkut banyak penumpang untuk beroperasi, dan tidak terlalu menimbulkan kemacetan seperti bus. Trayek oplet ketika itu pun cukup beragam, dari Jatinegara, Matraman Raya, Salemba Raya, Senen, Pasar Baru, hingga Harmoni. Namun, kemudian trayek ditambah menjadi Kampung Melayu-Tanah Abang, Kota-Tanjung Priok, serta Tanah Abang-Kebayoran Lama. Untuk bisa bepergian menggunakan oplet, caranya pun mudah.
Oplet dapat ditemukan di stasiun ataupun tiap sudut kota. Setiap oplet memiliki nomor tersendiri yang menentukan rutenya. Karena itu, pengunjung perlu mengetahui nomor oplet untuk memilih rute yang dituju. Oplet baru akan mulai jalan ketika penumpang sudah terisi penuh. Selama perjalanan sampai tujuan terakhir, oplet bisa saja berhenti beberapa saat untuk menunggu penumpang mengisi tempat duduk yang masih kosong. Jika kamu sudah sampai tujuan, namun oplet belum berhenti, kamu perlu mengingatkan pengemudi untuk memberhentikan armadanya. Â
Naik oplet memang gampang, armadanya pun banyak. Sayangnya, seiring perjalanan waktu, armada oplet di Jakarta semakin tua dan tak lagi berfungsi dengan baik. Karena itu, pada 1979, Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo yang menjabat sewaktu itu, mengganti oplet dengan mikrolet. Sebenarnya, mikrolet juga punya sistem yang serupa dengan angkot. Hanya saja, armadanya baru dengan mesin yang lebih canggih.Â
Tetapi, seperti pendahulunya, yakni oplet, mikrolet kian hari mengalami kemunduran. Tak banyak penumpang yang merasa nyaman menggunakan mikrolet di tengah perubahan pesat gaya hidup masyarakat, terlebih sejak era transportasi online. Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta pun berinovasi dengan Mikrotrans, yakni mikrolet masa kini. Saat ini, terdapat Mikrotrans berwarna biru, merah, dan putih yang di antaranya ada berpenyejuk ruangan.Â
Foto: beritajakarta.id
Sebelum memasuki Mikrotrans ber-AC, penumpang perlu mengarahkan tangan ke sensor agar pintu terbuka. Setelah itu, penumpang disambut dengan jok yang empuk. Tak hanya nyaman, Mikrotrans jenis ini juga memperhatikan keamanan penumpang dengan menyediakan seatbelt untuk masing-masing penumpang. Selain itu, ada pula empat kamera pengawas (CCTV) yang berada di depan, area pengemudi, bagian penumpang, dan belakang. Pun terdapat panic button yang dapat ditekan untuk keadaan darurat, pintu yang hanya bisa dibuka tutup oleh pengemudi, fire hydrant atau pemadam api, pemecah kaca untuk kondisi darurat, serta air purifier. Dekat pintu masuk penumpang, terdapat LED TV yang menunjukkan beragam informasi bagi penumpang, seperti jam dan tujuan Mikrotrans. Di sebelahnya ada pula mesin tap on untuk kamu membayar ongkos menggunakan kartu JakLingko atau kartu elektronik lain. Di bagian luar Mikrotrans, ada LED Running Text yang memuat rute perjalanan, sehingga calon penumpang tak perlu kesulitan menemukan Mikrotrans dengan rute yang diinginkan.
Â
Agar memudahkan pengguna transportasi umum, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta turut mengintegrasikan Mikrotrans dengan JakLingko. Penumpang tak hanya bisa gratis naik Mikrotrans jika melakukan tap kartu JakLingko, tetapi juga dapat dimudahkan terkait update informasi.
Bus Metromini dan Kopaja Dimodifikasi Menjadi TransJakarta
Kini kita beralih ke transportasi yang memuat lebih banyak penumpang, yakni bus kota. Moda transportasi umum Jakarta berbasis bus sebelumnya ada Metromini dan Kopaja. Sebelum ada istilah metromini, bus Robur dipesan pemerintah dari Jerman Timur untuk menjadi moda transportasi ASEAN Games 1962 dan Games of the New Emerging Forces (GANEFO) 1963.Â
Pada 1976, kepemilikannya diambil oleh pemerintah dan dikelola PT Metromini bersamaan dengan Kopaja. Berkat kemampuannya memenuhi kebutuhan transportasi warga dengan kapasitas yang besar dan fasilitas lainnya, Metromini dan Kopaja berhasil menjadi penguasa jalanan di Jakarta pada 1990-an.Â
Suasana di dalam Metromini. Foto: Wikimedia Commons
Namun, sempat terjadi permasalahan perusahaan yang mengakibatkan armada Metromini dan Kopaja berada di ujung tanduk. Armadanya tak lagi aman dan layak pakai, hingga hak pengoperasian 1.603 Metromini akhirnya dicabut pada 2015. Sejak 2019, hak pengoperasian seluruh Metromini dan Kopaja dicabut, sehingga kita sudah tak lagi dapat melihat kedua moda transportasi legendaris itu di jalanan Ibu Kota.Â
Transportasi berbasis bus kota yang diminati warga selepas –bahkan juga sebelum– Metromini dan Kopaja dibubarkan adalah Transjakarta. Bedanya, jika dulu image yang lekat pada Metromini dan Kopaja adalah kendaraan umum yang panas serta terkadang ugal-ugalan, maka kesan itu tidak lagi ditemukan pada Transjakarta. Armada ini dilengkapi dengan AC, agar penumpang mendapat pengalaman naik bus yang menyenangkan. Untuk membayar ongkos, penumpang juga tak perlu repot-repot menyiapkan uang tunai, karena dapat membayar menggunakan kartu elektronik melalui mesintap on yang tersedia dalam bus.Â
Transjakarta sendiri merupakan sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang memiliki jalur lintasan terpanjang di dunia. Pertama kali beroperasi pada 1 Februari 2004, Transjakarta kini menjadi teman masyarakat Jakarta dalam beraktivitas di Ibu Kota. Selama beroperasi, sederet inovasi telah dibuat Transjakarta, seperti pembukaan koridor baru maupun penambahan armada. Pada 2017, misalnya, Transjakarta meluncurkan 116 armada bus baru. Transjakarta juga membeli 300 unit bus low entry yang berlantai rendah, sehingga ramah terhadap difabel. Pada tahun yang sama, Transjakarta juga berinovasi dengan menghadirkan Transjakarta Cares yang dapat digunakan penyandang disabilitas secara gratis. Beberapa kali, Transjakarta juga mengadakan site visit dengan peserta yang beragam, mulai lansia dari panti jompo hingga RPTRA.Â
Salah satu inovasi terbaru Transjakarta adalah pengoperasian bus listrik. Untuk pertama kalinya pada Maret 2022 lalu, Gubernur Anies Baswedan meresmikan sebanyak 30 bus listrik Transjakarta. 100 bus listrik pun ditargetkan untuk akhir 2022. Harapannya, upaya ini dapat mendukung upaya zero emission per 2030 serta menginspirasi pemangku kepentingan lainnya agar melakukan hal yang sama.Â
Hingga saat ini, PT Transjakarta memiliki 1.347 unit bus. Bus-bus ini terdiri dari bus tunggal dan gandeng dengan rincian Bus Gandeng Zhongtong, Bus Gandeng Scania, Bus Gandeng Yutong, Bus Hino, Bus Mercedez-Benz, Bus Tingkat Bus Coach International (BCI), Bus Tingkat MAN, dan Bus Tingkat Mercedez-Benz.Â
Bagaimana, menarik bukan? Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan akan terus memberikan layanan transportasi yang tak hanya aksesibel dan murah, tetapi juga ramah lingkungan sebagai bagian implementasi kota cerdas. Yuk, mulai sekarang dukung terus pengembangannya dengan naik transportasi umum ke mana-mana!Â