Smart Change Project: Kolaborasi Kota Cerdas Jakarta dan Berlin
Kemudahan untuk saling terhubung di era digitalisasi telah melahirkan banyak keuntungan. Tak terkecuali bagi sektor pemerintahan. Seperti diketahui, Jakarta terus berupaya untuk menjadi kota pintar. Hal ini selaras dengan Berlin, sebuah kota berlokasi puluhan ribu kilometer dari Jakarta. Berkat kemudahan teknologi era digital, kedua kota ini dapat menembus jarak dan waktu untuk berkolaborasi membangun Smart Change. Smart Change merupakan sebuah proyek yang didanai oleh Uni Eropa untuk meningkatkan pembangunan kota yang terintegrasi, dalam rangka mendukung agenda 2030 tentang pembangunan berkelanjutan, dengan mempercepat transformasi digital dan mendukung program transformasi kota Jakarta 4.0.
Tim Jakarta Smart City mendapat kesempatan untuk mewawancarai Kariem El-Ali, Policy Advisor for Pemprov DKI Jakarta dan Helen Franke selaku Smart City Governance International Policy Expert for Smart City Governance mengenai kolaborasi Jakarta dan Berlin.
Perjalanan Kolaborasi Jakarta dan Berlin
Kariem menjelaskan bahwa kolaborasi Jakarta dan Berlin dalam Smart Change sejatinya bermula dari hubungan baik kedua kota tersebut sebagai sister city (kota kembar). Jika ditarik mundur, kemitraan antara kedua kota ini telah terjalin sejak 1994.Namun, baru pada 2016, Jakarta dan Berlin memperluas kemitraan dengan menghubungkan ekosistem start-up-nya. Diadakan pula agenda lanjutan seperti konferensi serta kunjungan delegasi tahunan ke Jakarta dan Berlin. Kemudian, berdasarkan diskusi pemerintah Jakarta dan Berlin pada konferensi yang diselenggarakan oleh Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), Berlin akhirnya menempatkan Kariem, Integrated Expert (ahli terintegrasi) di Pemprov DKI Jakarta dengan tujuan untuk memperkuat kemitraan dengan Jakarta.
Kemitraan kedua kota terus berlanjut. Hingga akhirnya, pada 2019, Uni Eropa mengundang pemerintah kota untuk mengajukan sebuah program. Jakarta dan Berlin melihat hal ini sebagai kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Keduanya kemudian mengajukan proposal Smart Change, hingga akhirnya mendapat pendanaan Uni Eropa dan terus berkembang. Dijalankan oleh Unit Pengelola Jakarta Smart City dari Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Pemprov DKI Jakarta bersama Departemen Ekonomi, Energi, dan Perusahaan Publik dari Senat Berlin, saat ini Smart Change telah memiliki berbagai kegiatan yang mendukung dua pilar tujuannya, yaitu: 1) memperkuat tata kelola dan kapasitas Jakarta untuk administrasi pemerintah daerah yang efisien guna mendukung terciptanya kota yang lebih informatif, transparan, dan kolaboratif; 2) mengembangkan ekosistem kewirausahaan, mendorong inovasi sistemik, ketahanan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja dengan memberdayakan wirausahawan dan melakukan kolaborasi lintas sektor. “Kedua pilar ini sama pentingnya untuk mengembangkan inovasi berkelanjutan maupun solusi inovatif untuk Jakarta. Keduanya memang membutuhkan rangkaian kegiatan yang berbeda, namun ada referensi lintas sektoral yang memungkinkan,” Helen menambahkan.
Tak hanya rangkaian kegiatan dari kedua pilar yang berbeda, namun juga beberapa penanganannya. Tentunya, menangani pejabat publik atau pakar di bidang administrasi publik berbeda dengan menangani start-up maupun pengusaha. Pada pilar pertama yang berkenaan dengan tata kelola kota pintar, rekomendasi kebijakan yang dibuat Smart Change didasari oleh pilot project yang lebih holistik, lintas sektoral atau berbasis kebijakan, dan tak hanya fokus pada bisnis seperti pada landasan pilot pilar kedua.
Kegiatan Berdampak Bagi Praktisi Tata Kelola Kota dan Wirausahawan
Berangkat dari kedua pilar tadi, sejumlah kegiatan berdampak bagi praktisi tata kelola kota dan wirausahawan diselenggarakan. Beberapa di antaranya seperti rangkaian webinar, lokakarya, dan konferensi yang rutin diadakan setiap tahun dengan mengusung topik yang berbeda-beda, misalnya smart mobility, pengelolaan limbah, dan lainnya. Kegiatan besutan Smart Change ini juga merupakan wujud pertukaran pengetahuan dan upaya penyelesaian permasalahan perkotaan yang dihadapi kedua negara.
[Smart Change Conference 2021: Urban Collaboration]
Untuk kegiatan Smart Change mendatang, Helen memberikan sedikit gambaran, “Salah satu kegiatan besar bagi kami adalah online exchange and learning platform yang direncanakan akan rilis pada Maret 2022. Platform ini akan membantu Jakarta Smart City dan DKI Jakarta secara keseluruhan untuk menjangkau pemangku kepentingan yang terhubung dengan tantangan smart city atau area terdampak dan lainnya.” Selain itu, sepanjang tahun, Smart Change akan menggelar lokakarya Program Designers Lab. Jika semuanya berjalan lancar, ke depannya akan ada Future City Hubdi Jakarta. “Dengan kehadiran Future City Hub nanti, semoga lebih banyak interaksi dan kerja sama antara start-up dan pemerintah kota yang berdatangan,” ungkap Helen.
Kariem dan Helen turut menceritakan proses di balik penentuan topik bagi kegiatan Smart Change. Tim Smart Change berupaya untuk memilih topik yang sesuai dengan momentum Jakarta, berdampak positif, serta menarik dan dapat menumbuhkan dialog dengan masyarakat. “Pada dasarnya, kami memiliki tools untuk pengembangan kebijakan dan diskusi terkait tantangan perkotaan yang mendesak. Kami selalu berdiskusi dengan para mitra terkait topik yang akan diangkat. Apa tantangan perkotaan yang mendesak saat ini? Kami juga mengaitkannya dengan situasi terkini. Seperti sejak pandemi Covid-19 merebak, kami juga membahas tentang tantangan terkait Covid-19, sebab sedikit atau banyak pasti berpengaruh pada isu mobilitas, polusi udara, lingkungan, pengelolaan limbah, dan isu-isu perkotaan lainnya,” jelas Kariem.
Kolaborasi Melampaui Tantangan Selama Pandemi
Melihat kerja sama intens antar berbagai pihak yang melibatkan dua kota dari dua negara, bahkan benua, tentulah ada rasa penasaran yang menggelitik. Bagaimana koordinasi dilakukan? Kendala apa yang kerap muncul?
Helen mengungkapkan bahwa pekerjaannya saat ini dilakukan melalui daring disebabkan oleh pandemi Covid-19. “Ada banyak perubahan dan kami harus dapat beradaptasi, khususnya terkait tingkat operasi kota lain. Untungnya, mitra kami di Jakarta sangat mampu bekerja secara digital dan terbuka pada beragam isu,” ujar Helen. Kariem melanjutkan, “Ini menunjukkan bahwa Jakarta, dan tentunya juga kota Eropa, adalah mitra penting, khususnya untuk Berlin. Itu juga sebabnya Uni Eropa mendukung kegiatan Smart Change. Bermula dari tantangan perkotaan yang serupa, kami dapat meningkatkan dialog, bertukar pengetahuan, dan bersinergi.”
Tahun ini tepat tahun ke-27 Jakarta dan Berlin berkolaborasi sebagai sister city. Pada akhir wawancara, Kariem dan Helen menyampaikan harapannya terkait Smart Change dan kerja sama sister city secara umum. “Sejauh ini, kami sudah menciptakan begitu banyak poin yang saling berkaitan, sehingga ada potensi untuk pembangunan yang lebih berkelanjutan di antara Jakarta dan Berlin. Semoga kolaborasi kami dapat berlanjut di masa depan.” Sementara itu, Kariem menyematkan harapannya tentang kegiatan lanjutan dari kegiatan yang telah ada. “Proyek kami saat ini akan berjalan hingga November 2022. Nantinya, kami berharap ada kesempatan untuk melakukan dialog lanjutan, memulai proyek percontohan yang berjalan lebih lama dari Smart Change, ataupun menciptakan peluang investasi dan akses bagi para aktor ekosistem untuk dapat berkolaborasi.”
Itu tadi sekilas seluk-beluk Smart Change dan kolaborasi Jakarta-Berlin yang telah terjalin selama 27 tahun. Setelah membaca kolaborasi Jakarta dan Berlin, apa kamu tertarik untuk mengikuti kegiatannya? Jika iya, kamu bisa kunjungi situs resmiSmart Change dan cari tahu lebih banyak tentang inovasi perkotaan ataupun pengembangan konsep kota pintar.