JSC Talks Vol. 22: Mengintip Inovasi Kendaraan Listrik di Jakarta
Dalam rangka mendukung Indonesia mengurangi gas emisi rumah kaca, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta turut mendorong akselerasi elektrifikasi kendaraan bermotor bagi kendaraan umum maupun pribadi. Peraturan tentang upaya ini tertuang dalam Pergub No. 90 Tahun 2021.
Salah satu bukti nyata adalah bus listrik Transjakarta mulai beroperasi sejak Maret lalu. Untuk pertama kalinya PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) resmi mengoperasikan 30 unit bus listrik. Harapannya, jumlah bus terelektrifikasi mencapai 100 armada hingga penghujung 2022. Upaya serupa dilakukan tak hanya oleh pemerintah, namun juga sektor privat, yakni PT Grab Indonesia, yang telah mengoperasikan 8.500 armada kendaraan listrik, baik mobil ataupun motor.
Lalu, apa yang mendasari inovasi kedua instansi tersebut untuk mengoperasikan kendaraan listrik? Bagaimana pula rencana pengembangan kendaraan masa depan ini selanjutnya? Minggu lalu, Jakarta Smart City berbincang-bincang dengan Yoga Adiwinarto selaku Direktur Operasi & Keselamatan PT Transportasi Jakarta dan Rivana Mezaya selaku Director of Strategy and Special Project PT Grab Teknologi Indonesia, dalam JSC Talks Vol. 22 yang bertema “Gimana Bikin Kendaraan Listrik Jadi Mainstream: Perspektif Transjakarta dan Grab”. Banyak sekali gagasan menarik sepanjang acara berlangsung. Peserta juga bisa bertanya yang dijawab narasumber. Penasaran? Simak kilas baliknya berikut ini.
Perspektif Transjakarta
Sesi pemaparan dimulai oleh Yoga Adiwinarto dari Transjakarta. Dibuka dengan memperkenalkan Transjakarta kepada audiens, ia menyatakan bahwa PT Transjakarta merupakan sebuah bus management company, bukan bus operator. Karena itu, fokus Transjakarta sebagai sebuah korporasi adalah untuk mengelola sistem transportasi dan mengintegrasikan operator-operator bus yang sampai sekarang berjumlah 18 operator. Operator-operator bus inilah yang membantu pengoperasian 3.590 armada Transjakarta.
Yoga Adiwinarto, Direktur Operasi & Keselamatan PT Transportasi Jakarta
Inovasi Bus Listrik Transjakarta
Saat ini, PT Transjakarta masih dalam masa transisi untuk bangkit pasca-pandemi. Memang belum semua rute perjalanan dibuka dan pelanggan yang menggunakan layanan Transjakarta masih 65%-70% dari jumlah sebelum pandemi. Tetapi, perlahan Transjakarta mulai kembali dengan berbagai gebrakan baru, salah satunya adalah 30 bus listrik yang mulai beroperasi pada 4 Maret 2022 lalu. Bus-bus ini berkapasitas baterai 324 kWh dan dilengkapi dengan 10 charger berkapasitas pengisian daya 200 kWh.
Ingin coba naik bus listrik? Bisa! Bus listrik yang tersedia saat ini menempuh rute 1P: Blok M-Terminal Senen dan 1N: Blok M-Tanah Abang. Jika naik bus listrik, kamu akan menemukan stop kontak yang biasanya enggak kamu temukan di bus diesel. Ini sangat bermanfaat, sebab kamu enggak perlu takut kehabisan daya gadget saat lagi jalan-jalan. Keren, kan?
Kontribusi Bus Listrik Terhadap Pengurangan Emisi
Mungkin kamu bertanya-tanya, seberapa berpengaruh sih bus listrik Transjakarta buat mengurangi emisi? Yoga memaparkan, bus listrik memiliki tingkat kebisingan 28% lebih rendah daripada bus diesel, yang berarti berhasil mereduksi polusi suara. Kemudian, berdasarkan analisis well-to-wheelterhadap 1.724 bus BRT dan Non-BRT Transjakarta, bus listrik dapat menurunkan sebanyak 50,3% emisi CO2 dari yang dihasilkan saat ini. Selain itu, elektrifikasi seluruh armada BRT dan Non-BRT Transjakarta bisa mengurangi polusi gas buang PM2.5 sebesar 190,4 ton dan NOx sebesar 6804,2 ton secara kumulatif pada 2030 di Jakarta. Terakhir, pengoperasian bus listrik menghemat konsumsi bahan bakar solar per kilometer sebanyak 0.46 liter.
Proyeksi Pengembangan Bus Listrik Transjakarta
Pengoperasian 30 armada listrik ini baru permulaan dari konsep transportasi cerdas nan ramah lingkungan. Ke depannya PT Transjakarta berupaya mengembangkan inovasi-inovasi baru. Rencana terdekat, sejak 2022 hingga 2023 mendatang, Transjakarta akan memfokuskan elektrifikasi dan pengisian baterai bus di depo pada malam hari, untuk bus low-entry 12 meter (bus berlantai rendah) serta bus medium-low entry 8 meter (bus berukuran sedang).
Sementara, selama 2023-2025, fokus Transjakarta bergeser pada elektrifikasi bus BRT 12 meter per koridor. Pengisian baterai untuk BRT pun rencananya akan dibangun di terminal akhir koridor. Selain untuk BRT, di fase ini Transjakarta juga akan fokus pada pembangunan armada listrik Mikrotrans atau angkot berukuran 5 meter dengan sistem pengisian baterai di depo atau lokasi.
Berlanjut pada 2025-2030, Transjakarta berencana mengganti mesin diesel armadanya dengan mesin berbasis baterai. Saat ini, inovasi tersebut masih dalam tahap penyusunan peraturan. Lagipula, retrofit mesin baru dapat dilaksanakan beberapa tahun mendatang, mengingat saat ini bus-bus masih dalam kondisi yang prima. Dengan transisi dari diesel ke listrik yang masih dicanangkan ini, kita dapat menghemat biaya sampai 70% dari harga bus baru.
Terkait infrastruktur dari elektrifikasi, Yoga menambahkan, “Kami juga berencana akan membangun 12 titikcharging station BRT. Sehingga enggak hanya di depo, bus BRT juga bisa mengisi dayanya di berbagai lokasi ini.”
Perspektif Grab Indonesia
Bisa dibilang Grab Indonesia adalah pelopor pertama elektrifikasi kendaraan di sektor swasta. Tentunya hal ini bukan tanpa alasan. Rivana Mezaya memulai penjelasannya dengan mengungkapkan identitas korporasi terlebih dahulu. “Kami benar-benar ingin merealisasikan prinsip kami dalam menciptakan dampak untuk masyarakat dan lingkungan,” ujarnya. Sejatinya, menghasilkan dampak sosial dan lingkungan memang merupakan tujuan dari Grab Indonesia, seperti yang terangkum dalam laporan Environment, Social, and Government (ESG)2021. Adapun tiga tujuan ESG yang ingin dicapai Grab yakni mendorong inklusi digital untuk golongan khusus, mendukung perempuan untuk tumbuh di lingkungan kerja, dan mengelola dampak pada lingkungan.
Tujuan ketiga ini mengantarkan Grab untuk mencapai misi netral karbon pada 2040. Untuk dapat melaksanakan misi tersebut, Grab menggerakkan kampanye #LangkahHijau, yakni pengurangan emisi, penanaman pohon, dan aktivitas daur ulang. Poin pertama dari kampanye yaitu pengurangan emisi yang menjadi akar ide dari transisi armada Grab ke kendaraan listrik.
“Kami pertama kali menerapkan elektrifikasi tahun 2019 pada armada mobil yang dikhususkan beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta. Perlahan kendaraan listrik Grab mulai bertambah, hingga sekarang kami punya 8.500 kendaraan listrik berupa mobil dan motor yang sudah beroperasi untuk melayani masyarakat,” jelas Mezaya.
Rivana Mezaya,Director of Strategy and Special Project PT Grab Teknologi Indonesia
Keberhasilan implementasi kendaraan listrik Grab Indonesia ini merupakan kerja sama dan hasil dukungan dari berbagai pemangku kebijakan. Mulai dari sektor pemerintahan seperti Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hingga swasta seperti PLN, Pertamina, sampai produsen seperti Hyundai, Kymoo, Gesits, Swaps, serta Viar yang mengembangkan produk.
Dampak Transisi Kendaraan Listrik Grab
Kemudian, yang menjadi pertanyaan, seberapa signifikan dampak inovasi Grab ini terhadap lingkungan? “Berdasarkan kalkulasi kami, dari 2019 hingga 2021, sekitar >5.000 ton emisi CO2 telah berkurang, setara dengan pengurangan >2 juta liter BBM,” ungkap Mezaya. Ternyata, transisi armada ke kendaraan listrik ini tak hanya berpengaruh baik bagi lingkungan, namun juga mitra pengemudi Grab. Sebagai informasi, seluruh kendaraan listrik Grab yang saat ini beroperasi adalah milik perusahaan, sehingga pengemudi tak perlu memiliki kendaraan sendiri untuk dapat bergabung menjadi mitra. Mereka hanya perlu menyewa kendaraan listrik secara harian, selain servis berkala di 30 service center Grab Indonesia dengan biaya yang ditanggung penuh perusahaan. Karena berbasis listrik, mitra pengemudi juga tak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun untuk bahan bakar, seperti jika mengendarai kendaraan diesel.
Namun, seiring implementasi kendaraan listrik ini berjalan, ada tantangan yang dihadapi Grab Indonesia. “Hal yang menjadi concern kami saat ini terkait battery swap station. Kurang memungkinkan juga rasanya mengisi baterai armada. Misalnya, untuk mengisi daya secara penuh butuh waktu empat jam. Selama itu, armada tidak bisa melayani pelanggan. Karena itu, kami mempertimbangkan sistem battery swapping agar lebih efisien. Namun, tantangan berikutnya yakni merek baterai kendaraan yang saat ini masih berbeda-beda,” urai Mezaya. Kini, tim Grab Indonesia pun masih menyusun teknis terkait hal ini.
Sesi Tanya Jawab
Seperti JSC Talks volume sebelumnya, audiens bisa bertanya langsung kepada pembicara setelah pemaparan, baik Yoga maupun Mezaya. Pertanyaan yang muncul banyak berkaitan dengan teknis dari elektrifikasi itu sendiri, seperti berikut ini.
Transjakarta
Pertanyaan: “Meskipun kendaraan sudah terelektrifikasi, tetapi listrik tetap berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara. Bagaimana Transjakarta menanggapi hal ini?”
Jawaban: “Tentunya kami telah memperhitungkan hal tersebut. Berdasarkan riset kami, emisi yang dihasilkan untuk energi listrik, mulai dari tambang batu bara, masuk pembangkit, hingga disalurkan ke Transjakarta, tetap 50% lebih sedikit daripada emisi yang dihasilkan oleh bus biasa. Pemprov DKI Jakarta berani mengambil tindakan ini juga karena melihat potensi dan demand yang tinggi. Dengan transisi ke kendaraan listrik, bisa membantu membirukan lagi langit Jakarta yang berkabut akibat polusi.”
Pertanyaan: “Pengisian baterai di depo dari kondisi baterai kosong hingga penuh bisa memakan waktu 5-6 jam. Jika fast charging 1-2 jam. Hal ini bakal berimbas pada penumpang harian Transjakarta. Bagaimana menanggulanginya?”
Jawaban: “Seperti yang kita tahu peak hour di Jakarta dari jam 6 sampai 9 pagi, lalu dari 4 sore sampai 8 malam. Bus baru akan mengisi daya di luar jam tersebut, sehingga tidak mengganggu mobilitas pelanggan.”
Pertanyaan: “Bagaimana ketahanan unit bus listrik terhadap banjir?”
Jawaban: “Pada dasarnya, Transjakarta tidak boleh beroperasi ketika banjir. Akan tetapi, jika sekiranya ada genangan, bus listrik tidak akan lebih parah kondisinya daripada bus diesel. Sebelum beroperasi, bus listrik juga dipastikan telah lolos standar Eropa.”
Pertanyaan: “Apa saja tantangan Transjakarta selama berkolaborasi dengan stakeholders untuk mengimplementasikan kendaraan listrik di Jakarta?”
Jawaban: “Harga bus listrik dua kali lipat dari bus biasa, dengan harga bus besar yang paling murah. Bus listrik feeder non-BRT berukuran delapan meter itu bisa sepuluh kali lipat daripada harga bus non-listrik. Tantangan terbesar bagi Transjakarta adalah memastikan itu semua accessible. Saat ini, bersama Pemprov DKI Jakarta kami sedang mencari alternatif agar pembiayaan lebih ringan dan dapat diakses oleh mitra-mitra kita.”
Grab Indonesia
Pertanyaan: “Selain kesiapan ekonomi, apakah ada faktor lain agar transisi ke elektrifikasi kendaraan lebih cepat?”
Jawaban: “Ada beberapa faktor seperti ekonomi (investasi), kesiapan infrastruktur, dan teknis. Misalnya pada sisi teknis, terkait umur baterai. Tapi, ada faktor yang tak kalah penting dari itu semua, yakni kesiapan pelanggan. Saat ini, harga Grab car listrik lebih mahal daripada Grab car biasa. Berbeda dengan Grab bike listrik yang harganya sama dengan Grab bike biasa. Penting bagi kami untuk memastikan bahwa konsumen siap dan bersemangat menerima budaya baru kendaraan listrik ini.”
Pada akhir acara, Yoga maupun Mezaya mengajak audiens dan warga Jakarta untuk ikut mensukseskan proses transisi ke kendaraan listrik. “Dalam melaksanakan ini, kami tak bisa bergerak sendirian. Butuh kolaborasi dengan sektor publik, swasta, dan konsumen. Saat ini kita memang belum bisa secara utuh mengimplementasikannya. Tapi, percayalah, kita akan sampai pada kondisi ketika ekosistem kendaraan listrik sudah enak dan dampaknya untuk bumi serta kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang dapat kita rasakan sendiri,” pesan Mezaya. Menutup sesi tanya jawab, Yoga menambahkan, “Pemprov DKI dan Transjakarta sendiri saja tak cukup. Sebagai warga Jakarta, teman-teman juga bisa bantu birukan lagi langit kita. Sesederhana menggunakan bus listrik dan mendukung terus program ini.”
Itu tadi kilas balik JSC Talk Volume 22 dengan tema “Gimana Bikin Kendaraan Listrik Jadi Mainstream: Perspektif Transjakarta dan Grab”. Semoga pemaparan dari perwakilan PT Transjakarta dan Grab Indonesia bisa memberikan insight baru bagimu, ya. Kalau ingin menonton rekaman acaranya, kunjungi kanalYouTube Jakarta Smart City. Yuk, naik bus listrik dan perlahan kita birukan lagi langit Jakarta!