06 Okt 2022

Jatuh Hati kepada Taman Literasi

Oleh:Amira Sofa

Editor:Aditya Gagat Hanggara

06 Okt 2022

Gemerisik pepohonan menyambutku di sebuah taman sore itu. Sesekali tertangkap pula oleh telingaku suara MRT yang melintas. Ya, akhir minggu lalu, aku berkunjung ke Taman Literasi Martha Christina Tiahahu yang baru saja dibuka dan berlokasi di daerah Blok M. Kunjungan ini berawal dari kebosananku saat mencari tempat refreshing untuk akhir pekan. Biasanya, hari Sabtu dan Mingguku hanya diisi dengan jalan-jalan ke mall dan pusat perbelanjaan saja. Untungnya, saat sedang berselancar di media sosial, tempat healing baru ini muncul di beranda. 

Penamaan Taman Literasi Martha Christina Tiahahu juga tak sembarang dipilih. Sosok pahlawan muda asal Maluku, Martha Christina Tiahahu, bukan saja menggambarkan kelembutannya sebagai seorang perempuan, tapi juga semangat serta keberaniannya dalam berjuang melawan penjajah untuk kemerdekaan tanah air.. Karakter inilah yang diinterpretasikan dalam perancangan bentuk dan ruang Taman Literasi. 

Saat melihat lokasinya di peta, barulah saya menyadari bahwa taman ini sebenarnya tak benar-benar baru. Sebelum revitalisasi, beberapa kali saya pernah melewati taman yang terletak di dekat Stasiun MRT Blok M tersebut. Tetapi, ia memang kalah pamor dengan tempat-tempat hits sekitarnya, seperti M Bloc Space ataupun aneka kafe di dekat Blok M Square.

Rasa penasaran saya muncul. Bagaimana sih kondisi taman ini setelah revitalisasi? Apalagi sekarang, ia hadir sebagai Taman Literasi. Akhirnya, saya putuskan menyambanginya. Begini ceritanya. 

Berkeliling Taman Literasi 

Saya memulai perjalanan dari Bundaran HI dengan menaiki MRT (Moda Raya Terpadu). Berbekal Rp 8.000 saja sudah cukup untuk mengantarkan saya sampai ke Blok M. Setelah menempuh perjalanan sekitar 18 menit, saya pun sampai dan turun di Stasiun MRT Blok M. Berdasarkan peta di stasiun, saya direkomendasikan untuk turun lewat pintu exit F, agar lebih dekat dengan Taman Literasi. Selain MRT, pengunjung Taman Literasi bisa naik Transjakarta, lalu turun di CSW Kebayoran Baru, dan jalan kaki sekitar 350 meter menuju pintu utama taman.

Dari pintu exit F stasiun MRT, pengunjung sebenarnya sudah bisa berjalan kaki sebentar untuk masuk ke area taman. Tetapi, enggak sah rasanya kalau saya tak masuk dari pintu utama. Akhirnya, masuklah saya melalui pintu utama yang berada di seberang M Bloc. Yang pertama tertangkap mata ialah beberapa standing banner bertuliskan Taman Literasi. Ini bisa menjadi penanda bagi pengunjung yang kebingungan mencari letak pintu utama Taman Literasi. Tapi, sebenarnya pengunjung tak perlu merasa bingung, sebab di seluruh area taman juga ada penunjuk arah dan sekuriti yang siap sedia membantu. 

Galeri JakHabitat

Berjalan sedikit dari pintu masuk utama, terdapat Galeri JakHabitat di sebelah kiri. JakHabitat merupakan program pengintegrasian dalam bidang penyediaan hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program integrasi ini dikelola oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Provinsi DKI Jakarta bersama Perumda Sarana Jaya. Galeri JakHabitat berfungsi sebagai pusat integrasi pemasaran dari aset maupun properti program JakHabitat. Berkat berkunjung ke sini, warga bisa tahu informasi seputar hunian terjangkau dengan berbagai skema dan kategori di bawah naungan JakHabitat. Misalnya hunian DP Nol Rupiah, Hunian TOD (Transit Oriented Development), Rusunawa, dan Permukiman.

Meskipun tidak masuk ke Galeri JakHabitat, saya sempat naik ke lantai atas galeri. Untuk aksesnya dapat melalui tangga di bagian samping galeri. Di lantai atas, ada beberapa tempat duduk-duduk dengan bunga di bagian tengah yang menambah keasrian.

Empat Paviliun Mengelilingi Amfiteater

Lurus dari Galeri JakHabitat, akhirnya saya memasuki area paviliun. Paviliun taman dirancang berbentuk lingkaran, dengan empat paviliun berpintu kaca yang mengelilingi sebuah amfiteater. Keempat paviliun ini berfungsi sebagai ruang baca, literasi, dan komunitas; ruang co-working space; serta area wisata kuliner. Tetapi, yang sudah tersedia dan bisa dikunjungi saat ini baru satu paviliun, yakni ruang baca, literasi, serta komunitas. 

Ruang Baca, Literasi, dan Komunitas

Karena sejak awal penasaran dengan konsep Taman Literasi, saya masuk ke ruang baca. Baru buka pintu, udara sejuk dari air conditioner sudah terasa! Tertangkap pula oleh pandangan saya, rak buku berwarna biru yang membentang dari ujung kiri sampai kanan ruang baca. Koleksi mencapai 3.000 buku dengan jenis serta bahasan yang beragam. Mulai dari buku fiksi hingga non-fiksi, buku untuk anak sampai dewasa, novel hingga buku yang mengulas sejarah dan budaya. Tak heran, fasilitas ini merupakan hasil kolaborasi dengan Perpustakaan Jakarta Gramedia dan Komunitas Pelangi Eka Nusa. 

Selain kaya buku, di taman ini juga cukup banyak tempat duduk yang bisa ditempati. Kalau mau sambil kerja, kamu bisa duduk di kursi dengan meja. Enggak perlu khawatir kalau tak kepingin berbagi meja dengan pengunjung lain. Selain meja sharing, ada kursi dan meja yang terpisah, kok. Nah, buat kamu yang kepingin baca buku saja sambil sedikit bersantai, mungkin bisa ambil spot di sofa atau sekalian lesehan di lantai dengan bean bag.

Nah, sedikit pesan buat kamu yang mau masuk ke sini. Mengingat ini adalah ruang baca untuk umum, harap tenang dan jangan berisik, ya. Kini ruang ini difokuskan sebagai ruang baca. Namun, nantinya juga dapat dimanfaatkan oleh komunitas untuk bertukar ide dan berjejaring. 

Tiga Titik Baca Buku Digital

Kepingin baca buku di luar ruang baca? Atau merasa baca buku fisik cukup ribet? Baca buku secara digital saja. Salah satu hal unik yang saya temukan di Taman Literasi adalah konsep membaca buku digital secara gratis. Berkolaborasi dengan Perpustakaan Jakarta, Taman Literasi menyediakan 2.000 buku digital yang bisa kamu akses di tiga titik baca, yakni Healing Garden, Plaza Anak, dan Paviliun. Caranya pun mudah. Kamu tinggal scan QR Code yang tersedia di tiga titik baca tersebut. Setelah itu, tinggal ikuti petunjuk saat akses, deh!

Amfiteater

Saat saya berkunjung ke Taman Literasi, tak ada penampilan apapun di Amfiteater Plaza Kabaresi. Sore itu, hanya ada beberapa pengunjung yang berdiri di sana untuk memotret, selain anak-anak kecil yang berlari ke sana kemari. Meskipun begitu, menurut petugas, ke depannya amfietater ini akan menampung berbagai komunitas untuk menampilkan pertunjukan hiburan maupun seni.

Taman Atap Abubu

Siapapun yang mendesain Taman Literasi Martha Christina Tiahahu tampak pandai memanfaatkan ruang yang ada. Lantai atas yang berbentuk lingkaran dari paviliun juga digunakan sebagai tempat duduk-duduk bagi pengunjung. Dari pinggir pagar, pengunjung dapat melihat lanskap Taman Literasi, bahkan tempat-tempat di sekitar taman. 

Healing Garden

Setelah puas memandangi taman dari lantai atas, saya turun dan kembali menjelajahi tempat-tempat yang belum dikunjungi di lantai bawah. Ternyata, ada spot Healing Garden di belakang paviliun yang sejuk banget! Spot ini dipenuhi dengan pepohonan rindang. Ada beberapa tempat duduk pula di sini. Cocok banget buat kamu yang mau beristirahat setelah lelah berkeliling, atau justru mau work from anywhere dari taman tapi enggak mau di dalam ruangan. 

Plaza Anak

Melipir ke kanan dari Healing Garden, ada yang menarik perhatian saya, yakni area bermain anak atau yang dikenal dengan Plaza Anak. Tempat ini agak kontras dengan spot lain di Taman Literasi. Bila desain arena lain di Taman Literasi kebanyakan bergaya industrialis, spot yang satu ini lebih bercorak dan berwarna. Plaza Anak dilengkapi dengan mural yang bisa dipakai untuk wall-climbing anak beserta beberapa prasarana bermain lainnya. Meskipun prasarana didesain aman untuk anak, misalnya dengan ketinggian tertentu, tetap saja anak perlu diawasi oleh orang dewasa ketika bermain, ya. Selagi menunggu anak bermain, orang tua bisa kok menggelar tikar sembari menikmati angin sepoi-sepoi. 

Di Balik Revitalisasi Taman Literasi 

Sepulang berkunjung dari Taman Literasi, saya cari tahu berbagai informasi di balik pengembangan taman ini. Ternyata, Taman Literasi punya beberapa manfaat, seperti mendukung visi dan misi Jakarta sebagai Kota Literasi Dunia pilihan UNESCO, menyediakan ruang ketiga bagi masyarakat, mengembangkan budaya literasi, menggerakkan pejalan kaki, serta bagian dari pembangunan Kawasan Berorientasi Transit Blok M dan Sisingamangaraja.

Setelah mengetahui alasan mulia di balik pembangunan Taman Literasi, saya makin jatuh hati kepada taman ini! Semoga Taman Literasi Martha Christina Tiahahu dapat segera beroperasi secara maksimal dan semakin banyak kegiatan serta masyarakat yang berkunjung. Buat kamu yang belum ke sini, boleh banget buat jadi agenda akhir pekan ini! Taman Literasi Martha Christina Tiahahu buka tiap hari dari pukul 07.00 sampai 22.00. Lokasinya strategis dan bisa dijangkau oleh MRT ataupun Transjakarta. Kalau butuh informasi tentang taman ini lebih lanjut, follow @tamanliterasi.jktdi Instagram, ya!

Artikel Smart Living Lainnya

Mau pinjam buku di Perpustakaan Jakarta tapi bingung pilih yang mana? Ini tiga rekomendasi buku yang insightful untukmu.

Mau healing ke taman? Pakai JAKI, kamu bisa cari taman di Jakarta, mulai dari cek lokasi sampai daftar kunjungan. Simak caranya di sini.

Memang bisa akses layanan ini itu di kompleks atau apartemen lewat aplikasi? Bisa! Kenalin, City Mobile Apps, inovasi terbaru buat integrasi layanan.

Tebet Eco Park masih ramai dikunjungi sampai hari ini. Di sana kamu bisa olahraga atau piknik. Gimana cara masuk Tebet Eco Park? Baca di sini ya.

Takjil jadi hal yang tak boleh terlewatkan saat berbuka puasa. Berikut ini lima tempat hunting takjil rekomendasi Jakarta Smart City. Baca di sini.

Musim hujan gini, kamu bisa lho laporin genangan atau banjir di sekitarmu. Yuk, cari tahu caranya dengan baca di sini!