Jakarta Musim Hujan, Apa Penyebabnya?
Smartcitizen, di awal tahun ini, Jakarta memasuki puncak musim hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Berdasarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG, hujan deras ini sudah dideteksi sejak Desember tahun lalu, dan kemungkinan akan berlangsung sampai Februari. Mengapa ini bisa terjadi? Simak jawabannya di artikel ini.
Faktor-faktor Musim Hujan Jakarta
Curah hujan yang tinggi di Jakarta tidak terjadi begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh beberapa fenomena atmosfer, seperti angin monsun Asia, La Niña yang berbeda-beda tapi terjadi pada periode yang sama, Madden Julian Oscillation, dan seruak udara dingin.
- Angin Monsun Asia
Mulai November 2024 hingga saat ini, Indonesia sedang mengalami periode Monsun Asia, yaitu angin musiman yang bertiup dari Benua Asia menuju wilayah tropis, termasuk Indonesia. Angin ini membawa banyak uap air dari Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, sehingga meningkatkan potensi hujan di berbagai wilayah, termasuk Jakarta. Pada Januari 2025, angin monsun Asia mencapai puncaknya di wilayah utara Pulau Jawa, menyebabkan curah hujan yang lebih tinggi.
- La Niña
La Niña merupakan fenomena interaksi antara laut dan atmosfer di Samudra Pasifik yang menyebabkan suhu permukaan laut di sekitar Indonesia lebih hangat dibanding biasanya. Kondisi ini mendukung pembentukan awan hujan dalam jumlah besar dan meningkatkan curah hujan hingga sekitar 20%. Meski La Niña tahun ini tergolong lemah dibandingkan tahun 2020, tetap ada potensi hujan lebat yang bisa berujung pada banjir jika tidak ditangani dengan baik.
- Madden Julian Oscillation (MJO)
Madden Julian Oscillation (MJO) adalah gelombang atmosfer yang bergerak dari Samudra Hindia sepanjang khatulistiwa dan dapat mempengaruhi pola hujan dalam siklus 30–60 hari. Saat MJO aktif melintasi Jakarta dan sekitarnya, seperti yang terjadi saat ini, curah hujan akan meningkat karena adanya peningkatan aktivitas pembentukan awan hujan.
- Seruak Udara Dingin (Cold Surge)
Selain itu, terdapat fenomena seruak udara dingin, yaitu aliran massa udara dingin yang bergerak dari daratan Asia ke wilayah tropis. Saat seruak udara dingin dari Dataran Siberia bertemu dengan massa udara hangat di Indonesia bagian barat, terjadi peningkatan pembentukan awan konvektif yang memicu hujan lebat di berbagai wilayah, termasuk Jakarta.
- Gelombang Equator Rossby dan Kelvin
Selain fenomena di atas, terdapat pengaruh dari Gelombang Equator Rossby dan Kelvin, yaitu gelombang atmosfer yang bergerak di sepanjang garis khatulistiwa dan mempengaruhi pembentukan awan serta pola curah hujan.
- Gelombang Rossby bergerak dari barat ke timur dan dapat memperlambat pergerakan sistem cuaca, sehingga hujan lebat bisa bertahan lebih lama di suatu wilayah.
- Gelombang Kelvin, sebaliknya, bergerak lebih cepat dari timur ke barat dan dapat memperkuat sistem hujan saat berinteraksi dengan fenomena lain seperti MJO dan seruak udara dingin.
Aktivitas kedua gelombang ini saat ini terdeteksi cukup aktif di wilayah Indonesia, yang berkontribusi pada peningkatan curah hujan di Jakarta dan sekitarnya. Penjelasan lebih mendetail juga bisa kamu saksikan melalui wawancara bersama Kepala BMKG Dwi Korita Karnawati di sini.
Tetap Waspada Cuaca Ekstrem
Kondisi monsun Asia, MJO, dan seruak udara dingin saat ini sama dengan saat banjir Jakarta 2020 lalu. Namun, Niña yang sekarang tak seintens pada 2020, menyebabkan peluang hujan ekstrem lebih kecil. Meskipun begitu, menurut Kepala BMKG, Dwi Korita Karnawati, keempat fenomena di atas memiliki fase, yang bisa menyebabkan hujan bercurah tinggi terulang lagi di bulan depan. Dampaknya tetap bisa signifikan, terutama jika kesiapsiagaan kurang. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jakarta dan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Smartcitizen, perlu bahu-membahu dalam mencegah dampak yang lebih besar terjadi.
Smartcitizen diimbau lebih waspada dan selalu memantau prakiraan cuaca serta peringatan dini melalui situs Pantau Banjir. Pada situs tersebut, terdapat juga data tinggi muka air dan data pompa air di Jakarta yang bisa kamu pantau. Informasi ini juga dapat diakses melalui fitur Pantau Banjir di aplikasi JAKI, untuk informasi yang terintegrasi dengan fitur-fitur lainnya.