Drainase Vertikal Sebagai Metode Pengendalian Genangan di Jakarta
Drainase vertikal berperan krusial dalam mengatasi genangan akibat hujan di jalanan Jakarta. Fungsinya adalah menahan air hujan agar tidak langsung masuk ke saluran, sehingga mengurangi terbentuknya genangan yang mengganggu aktivitas warga. Tapi, tahukah kamu bahwa drainase vertikal juga mempunyai peran lain? Jenisnya pun beragam, disesuaikan dengan kebutuhan drainase serta lokasi pembangunannya. Untuk menggali lebih dalam soal drainase vertikal, Jakarta Smart City mewawancarai Bapak Dudi Gardesi Asikin, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta.
Bapak Dudi Gardesi Asikin, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air Jakarta
Peran Majemuk Drainase di Jakarta
Drainase vertikal adalah model drainase yang menggunakan gravitasi untuk membantu infiltrasi air ke dalam tanah. Drainase vertikal bisa berupa sumur resapan, kolam resapan, lubang biopori, dan taman vertikal. Pembangunan drainase vertikal di Jakarta memiliki peran majemuk yang dibagi menjadi dua: jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka panjang, drainase vertikal di Jakarta berguna sebagai konservasi air tanah.
Kehadiran drainase vertikal diharapkan dapat memasok kebutuhan air tanah dan mencegah penurunan air tanah akibat konsumsi air tanah yang eksesif. Dalam jangka pendek, drainase vertikal berfungsi untuk menambah kapasitas penampungan air hujan dan mengurangi runoff (limpasan permukaan) yang mengakibatkan genangan genangan air hujan.
“Untuk mengurangi runoff, maka dibikinlah, seperti yang dicanangkan Pak Gubernur [Anies Baswedan], drainase vertikal. Drainase vertikal berfungsi untuk menahan air hujan, agar tidak mengumpul di satu tempat,” jelas Pak Dudi.
Drainase vertikal yang dibangun di Jakarta memiliki beberapa model. Pertama, model dangkal atau sumur dangkal berdiameter satu meter dengan kedalaman 2–3 meter. Lalu, ada tipe sumur sedang yang memiliki kedalaman hingga 20 meter.
Indikator-indikator Pembangunan Drainase Vertikal
Drainase vertikal tidak dibangun di sembarang tempat. Ketepatan lokasi dalam membangun drainase vertikal menjadi poin penting yang dipertimbangkan Dinas Sumber Daya Air. Hal yang dipertimbangkan antara lain data wilayah yang rawan tergenang air dan banjir. Kemudian, permukaan tanah tidak boleh lebih rendah daripada permukaan air. Bila muka air tanah (MAT) sudah tinggi, maka daerah itu tidak bisa dibangun drainase vertikal model sumur dangkal. Kondisi infrastruktur lokasi pembangunan juga perlu diperhatikan, sebab untuk membangun drainase, struktur tanah pada area resapan harus mampu menyerap air minimal dua sentimeter per jam. Menimbang poin-poin tadi, lokasi pembuatan drainase vertikal pun banyak dibangun di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan sebagian wilayah Jakarta Pusat. Salah satu contoh sukses penggunaan drainase vertikal adalah di Jalan D.I. Panjaitan. Drainase berhasil menampung debit air dari jalan tol di atasnya yang pembuangannya membebani saluran tepi jalan, termasuk menampung debit air dari jalur lambat yang tergenang air.
“Ke depannya, kami akan mencoba di utara Jakarta. Tidak harus di dalam tanah, tapi bisa di atas permukaan, dan tidak harus berbentuk sumur. Bisa berupa tong atau toren untuk menampung. Itu sudah kami praktikkan di kantor kami di Rawamangun,” jelas Pak Dudi.
Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Membangun Drainase Vertikal
Pemerintah membutuhkan partisipasi masyarakat dalam membangun drainase vertikal. Oleh karena itu, diadakanlah program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) Drainase Vertikal. Mengutip ucapan Pak Dudi, program ini cukup masif dilakukan di beberapa wilayah. Sebagian kolaborator bahkan menjalankannya melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR).
“Mereka memberikan bantuan bor-bor untuk pembangunan sumur sedang. Di beberapa gedung yang jalan sekitarnya mudah tergenang, mereka membuat tampungan-tampungan agar air tidak menggenang,” terang Pak Dudi. Di dalam Peraturan Gubernur №20 tahun 2013, masyarakat juga memiliki kewajiban untuk membangun drainase vertikal saat mendirikan bangunan. Tujuannya tentu saja agar setiap bangunan memiliki sarana penampungan air hujan.
Sejauh ini, total volume drainase vertikal yang dibangun Dinas Sumber Daya Air Jakarta mencapai 41.752 m3 di sekitar 18.000 titik. Tak hanya itu, melalui kolaborasi pihak lain, 3.449 drainase vertikal telah dibangun dan mampu menampung volume air dengan total 6.208 m3. Dibandingkan harus melakukan pembebasan lahan, membangun drainase di Jakarta lewat kolaborasi masif antara pemerintah dan masyarakat memberikan hasil yang lebih signifikan dalam hal pengendalian genangan.
Yuk, Buat Drainase Vertikal Versi Kita dengan Lubang Resapan Biopori!
Lubang resapan biopori adalah salah satu jenis drainase vertikal yang bisa dibuat di rumah masing-masing. Lubang resapan biopori membuat tanah lebih mudah menyerap air hujan, jadi kita bisa mengurangi risiko genangan air di sekitar rumah. Air yang terserap lewat lubang biopori akan menjadi air tanah yang biasa kita pakai sehari-hari.
Baca juga: Cara Membuat Lubang Biopori di Rumah
Nah, Smartcitizen, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan beragam upaya untuk menanggulangi genangan dan banjir di Ibu Kota. Namun, upaya ini akan sulit berhasil bila tidak didukung oleh kita, warga Jakarta. Selain berkolaborasi membangun drainase vertikal, kita berperan penting untuk mencegah banjir, seperti tidak membuang sampah ke got atau sungai. JAKI, melalui fitur JakLapor, juga bisa kamu andalkan untuk melaporkan genangan yang mengganggu aktivitas. Laporan yang kamu buat akan diteruskan ke instansi yang berwenang agar segera ditangani. Kalau belum punya JAKI, yuk download di Play Store atau App Store!